
Garam adalah komponen penting dalam pola makan karena mengandung sodium yang berperan menjaga keseimbangan cairan, fungsi otot, dan tekanan darah. Namun, jika dikonsumsi berlebihan, diet garam justru dapat membebani ginjal, meningkatkan risiko hipertensi, dan memicu terbentuknya batu ginjal. Penderita hipertensi sebaiknya membatasi konsumsi makanan tinggi garam seperti ikan asin, keju, sosis, kecap, dan masakan berbumbu pekat. Bahkan tomat, ikan, dan buah-buahan kalengan pun perlu diperhatikan karena kandungan sodium dan gula tersembunyi. WHO merekomendasikan mengonsumsi garam tidak lebih dari 5 gr per hari untuk menjaga kesehatan ginjal. Jika Anda mengalami gangguan saluran kemih atau ingin memantau kondisi ginjal, Urology Expert siap membantu dengan layanan diagnosis urologi terpercaya dan teknologi medis terkini.
Baca Juga: Hubungan Antara Diet Tinggi Garam dan Risiko Batu Ginjal
Diet Garam Berlebihan dan Dampaknya Terhadap Ginjal
Diet garam yang berlebihan dapat menyebabkan ginjal bekerja lebih keras untuk membuang kelebihan garam dalam tubuh. Kadar garam yang tinggi juga meningkatkan asupan sodium dan membuat tubuh mengeluarkan lebih banyak kalsium melalui urin, yang dapat memicu pembentukan batu ginjal. Untuk mencegahnya, batasi garam dapur, kurangi pemakaian garam dalam masakan, dan mulai menjalani diet rendah garam, rendah lemak, atau diet DASH yang terbukti membantu menurunkan tekanan darah, menurunkan berat badan, serta menjaga kadar natrium tetap stabil. Menjalani diet sehat dengan kadar garam rendah juga penting untuk menjaga fungsi ginjal tetap optimal dalam jangka panjang.
Proses Terbentuknya Batu Ginjal akibat Konsumsi Garam Berlebih
Mengonsumsi garam yang berlebih dapat meningkatkan kadar kalsium dalam urin. Kalsium yang tinggi ini mudah berikatan dengan oksalat atau asam urat dan membentuk kristal kecil di saluran kemih. Jika tidak larut, kristal akan menumpuk dan menggumpal menjadi batu ginjal yang menimbulkan nyeri dan gangguan buang air kecil. Untuk mencegahnya, terapkan pola makan yang sesuai dengan diet rendah sodium, lakukan pembatasan asupan sodium, dan perhatikan saat membeli makanan dan minuman, termasuk memilih minuman yang tidak mengandung garam berlebih.
Siapa yang Berisiko Lebih Tinggi
Beberapa kelompok memiliki risiko lebih tinggi mengalami batu ginjal akibat mengonsumsi garam berlebihan. Penting untuk menerapkan diet rendah garam, terutama bagi individu dengan riwayat batu ginjal, pasien hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit ginjal kronis. Garam yang diasup secara berlebih bisa mengganggu cairan tubuh dan memperparah kondisi tersebut. Risiko juga meningkat pada orang yang sering mengonsumsi jenis makanan tinggi natrium seperti daging asap, saus tomat, makanan kaleng, camilan asin, dan makanan cepat saji. Untuk menurunkan risiko diabetes dan menjaga tekanan darah, batasi tambahan garam, pilih produk rendah garam yang memiliki kandungan natrium lebih rendah dan perhatikan batas konsumsi 4 gram garam per hari. Pola makan ini juga cocok diperuntukkan bagi penderita hipertensi dan orang yang menjalani diet sehat.
Ciri-Ciri Awal Gangguan Ginjal yang Perlu Diwaspadai
Gangguan ginjal sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, namun ada beberapa tanda yang perlu diwaspadai sejak dini. Gejala-gejala berikut bisa menjadi sinyal awal adanya masalah pada ginjal:
- Nyeri tajam di area pinggang atau perut bagian bawah, yang bisa datang secara tiba-tiba.
- Warna urin yang keruh atau kemerahan, menandakan kemungkinan adanya darah dalam urin.
- Sering buang air kecil, terutama di malam hari, meskipun asupan cairan tidak berlebih.
- Mual, muntah, atau rasa lelah berkepanjangan tanpa sebab yang jelas, yang bisa menandakan penurunan fungsi ginjal.
Tips Diet Rendah Garam Secara Sehat
Mengurangi mengonsumsi garam bukan berarti makanan harus hambar. Ada banyak cara sehat yang bisa dilakukan untuk menjaga cita rasa tanpa mengorbankan kesehatan ginjal. Menerapkan diet rendah garam secara konsisten dapat menurunkan risiko batu ginjal dan tekanan darah tinggi. Beberapa tips praktis yang bisa diterapkan antara lain:
- Gunakan bumbu masakan alami seperti bawang putih, merica, kunyit, jeruk nipis, atau soda kue untuk menambah rasa tanpa penggunaan garam berlebihan.
- Kurangi garam ketika memasak dan perhatikan total garam natrium yang dikonsumsi per hari, idealnya tidak lebih dari 4 gram atau sekitar 1.600 mg natrium.
- Hindari daging olahan atau makanan yang diawetkan dengan garam, serta produk tinggi sodium lainnya seperti makanan instan dan camilan asin.
- Pilih produk rendah garam biasanya memiliki label khusus dan selalu baca label gizi untuk mengetahui kandungan sodium tambahan.
- Masak sendiri di rumah agar lebih mudah mengontrol penggunaan garam, serta pilih menu diet yang mengandung susu rendah lemak dan bahan segar.
- Saat membeli makanan dan minuman, pastikan memilih produk yang sesuai dengan pola makan sehat dan mendukung penerapan diet rendah garam.
Kesimpulan
Diet garam yang berlebihan dapat meningkatkan risiko batu ginjal dan menurunkan fungsi ginjal secara bertahap. Untuk mencegahnya, terapkan diet rendah garam dan batasi asupan garam atau natrium maksimal 2 gram per hari. Saat membeli makanan atau minuman, pilih produk garam yang memiliki kandungan natrium rendah, karena ini direkomendasikan untuk menjaga fungsi ginjal dan bermanfaat untuk menjaga kesehatan jantung. Jika Anda memiliki faktor risiko atau gejala gangguan ginjal, segera konsultasikan ke dokter urologi. Urology Expert siap membantu dengan layanan profesional dan teknologi terkini.
FAQ (Pertanyaan Umum)
Referensi
- Kazi (2025). Silent Effects of High Salt: Risks Beyond Hypertension and Body’s Adaptation to High Salt. Diakses dari https://www.mdpi.com/2227-9059/13/3/746
- Verma & Popa (2023). The Interplay Between Dietary Sodium Intake and Proteinuria in CKD. Diakses dari https://www.kireports.org/article/S2468-0249(23)01294-9/fulltext
- Hosohata (2017). Biomarkers for Chronic Kidney Disease Associated with High Salt Intake. Diakses dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5666762/
- He et al (2010). WASH—World Action on Salt and Health. Diakses dari https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0085253815546401







