Uretritis non gonore adalah peradangan pada saluran kemih (uretra) yang tidak disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, yaitu bakteri penyebab penyakit menular seksual gonore. Meski terdengar tidak seberat gonore, uretritis non gonore tetap tergolong infeksi saluran kemih yang bisa mengganggu kesehatan reproduksi jika tidak ditangani dengan benar.
Kondisi ini umumnya disebabkan oleh bakteri lain, seperti Chlamydia trachomatis atau Mycoplasma genitalium, yang juga dapat ditularkan melalui hubungan seksual tanpa pelindung. Gejalanya pun sering kali ringan atau bahkan tidak terasa sama sekali, sehingga banyak penderita tidak menyadari bahwa dirinya mengalami infeksi. Oleh karena itu, memahami apa itu uretritis non gonore, penyebab, dan tanda-tandanya sangat penting untuk mencegah komplikasi.
Pengertian Uretritis dan Jenis-Jenisnya
Apa Itu Uretritis?
Uretritis adalah kondisi peradangan pada uretra, yaitu saluran yang membawa urin dari kandung kemih ke luar tubuh. Peradangan ini bisa menyebabkan rasa nyeri, perih, atau tidak nyaman saat buang air kecil. Pada pria, uretra juga berperan dalam membawa air mani, sehingga uretritis bisa berdampak pada fungsi seksual dan reproduksi. Uretritis dapat terjadi akibat infeksi, iritasi, atau cedera mekanis, namun yang paling umum adalah karena infeksi bakteri atau virus yang menyebar melalui hubungan seksual.
Perbedaan Uretritis Gonore dan Non Gonore
Secara klinis, uretritis dibagi menjadi dua jenis besar berdasarkan penyebabnya:
1. Uretritis Gonore disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, yang juga menyebabkan penyakit gonore. Gejala infeksinya biasanya cukup khas, seperti keluarnya cairan kental kekuningan atau kehijauan dari ujung penis, nyeri hebat saat buang air kecil, dan rasa terbakar yang intens. Infeksi ini sangat menular melalui kontak seksual.
2. Uretritis Non Gonore (Non-Gonococcal Urethritis/NGU) mencakup semua kasus uretritis yang tidak disebabkan oleh N. gonorrhoeae. NGU dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme lain, dan gejalanya sering kali lebih ringan atau bahkan tidak muncul sama sekali. Namun, infeksi ini tetap berisiko menular dan dapat memicu komplikasi jika tidak ditangani.
Penyebab Uretritis Non-Gonore
1. Infeksi Bakteri Selain Neisseria gonorrhoeae
Sebagian besar kasus uretritis non gonore disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual, dengan bakteri Chlamydia trachomatis sebagai penyebab paling umum. Bakteri ini dapat menginfeksi saluran kemih tanpa menimbulkan gejala yang jelas. Selain itu, Mycoplasma genitalium, Ureaplasma urealyticum, dan Trichomonas vaginalis juga menjadi penyebab penting. Infeksi ini sering sulit dideteksi tanpa pemeriksaan laboratorium khusus karena gejalanya ringan dan mirip dengan infeksi saluran kemih biasa.
2. Aktivitas Seksual Berisiko Tinggi
Hubungan seksual yang tidak aman, seperti tidak menggunakan kondom atau berganti-ganti pasangan, meningkatkan risiko tertular bakteri penyebab uretritis. Pasangan seksual yang tidak menunjukkan gejala tetap bisa menularkan infeksi karena banyak kasus uretritis non gonore bersifat asimptomatik. Pria yang berhubungan seksual dengan pria (MSM) juga memiliki risiko lebih tinggi karena penyebaran bakteri lebih cepat melalui kontak mukosa.
3. Kebersihan Kelamin yang Buruk
Kurangnya kebersihan organ intim dapat mempermudah masuknya bakteri ke dalam saluran uretra. Sisa urin, kelembapan berlebih, atau penggunaan pakaian dalam yang tidak bersih dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan bakteri. Bagi wanita, membersihkan organ intim dari belakang ke depan juga berisiko membawa bakteri dari anus ke uretra.
Gejala Uretritis Non-Gonore
1. Nyeri atau Panas Saat Buang Air Kecil
Salah satu tanda paling umum dari uretritis non gonore adalah munculnya sensasi perih, terbakar, atau panas saat berkemih. Gejala ini terjadi karena adanya peradangan di dinding uretra akibat infeksi. Meskipun mirip dengan infeksi saluran kemih biasa, kondisi ini bisa menjadi pertanda infeksi menular seksual yang lebih serius.
2. Keluarnya Cairan dari Uretra
Jika kamu mendapati cairan bening, putih, atau sedikit kekuningan keluar dari saluran kemih tanpa sebab yang jelas, bisa jadi itu adalah tanda uretritis. Cairan ini biasanya muncul di pagi hari dan sering kali tidak disadari karena tidak menimbulkan rasa sakit. Gejala ini lebih umum terjadi pada pria, tetapi wanita juga bisa mengalaminya.
3. Gatal atau Tidak Nyaman di Saluran Kemih
Rasa gatal, perih, atau tidak nyaman di sekitar saluran kemih juga bisa menjadi gejala uretritis non gonore. Keluhan ini mungkin ringan, tapi berlangsung terus-menerus atau berulang. Rasa tidak nyaman bisa bertambah saat buang air kecil atau setelah berhubungan seksual.
4. Tidak Ada Gejala Sama Sekali (Asimptomatik)
Yang perlu diwaspadai, banyak kasus uretritis non gonore tidak menunjukkan gejala apa pun, terutama pada wanita. Meskipun tampak sehat, infeksi tetap bisa terjadi dan menular ke pasangan. Karena itu, penting untuk tetap melakukan pemeriksaan rutin, terutama jika memiliki riwayat aktivitas seksual berisiko.
Diagnosis Uretritis Non-Gonore
Mendiagnosis uretritis non gonore memerlukan kombinasi antara pemeriksaan fisik, wawancara medis, serta tes laboratorium yang menyeluruh. Pertama-tama, dokter akan melakukan tanya jawab seputar riwayat hubungan seksual pasien, adanya keluhan seperti nyeri saat buang air kecil, serta keluarnya cairan dari saluran kemih. Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk melihat adanya tanda-tanda peradangan pada area genital. Setelah itu, pasien biasanya diminta untuk menjalani tes urin, terutama urin bagian awal (first-void urine), guna mendeteksi adanya peningkatan sel darah putih yang menandakan infeksi.
Selain urin, pengambilan sampel dari uretra (swab uretra) juga bisa dilakukan, terutama pada pria, untuk kemudian diperiksa secara molekuler di laboratorium. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab infeksi seperti Chlamydia trachomatis, Mycoplasma genitalium, atau mikroorganisme lain. Jika hasil tes menunjukkan tidak ada infeksi Neisseria gonorrhoeae (penyebab gonore), maka diagnosis diarahkan pada uretritis non gonore. Bila hasil pemeriksaan tidak menemukan patogen spesifik namun tetap menunjukkan tanda peradangan, maka kondisi tersebut bisa dikategorikan sebagai uretritis non spesifik. Diagnosis yang akurat sangat penting untuk menentukan pengobatan yang tepat dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Pengobatan Uretritis Non-Gonore
Penanganan utama untuk uretritis non gonore adalah pemberian antibiotik sesuai jenis bakteri penyebab. Jika infeksi disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, pengobatan yang umum digunakan adalah azitromisin dosis tunggal atau doksisiklin selama 7 hari. Sementara itu, jika penyebabnya adalah Mycoplasma genitalium, pengobatan bisa menjadi lebih kompleks karena bakteri ini memiliki risiko resistensi yang lebih tinggi terhadap antibiotik. Dalam kasus seperti ini, dokter mungkin meresepkan antibiotik alternatif seperti moksifloksasin. Pemilihan obat harus berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, karena terapi yang tidak tepat dapat membuat infeksi sulit sembuh dan berulang.
Tak kalah penting, pasangan seksual dari pasien juga harus ikut menjalani pengobatan, bahkan bila mereka tidak menunjukkan gejala apa pun. Hal ini untuk mencegah infeksi ulang dan menghentikan penyebaran infeksi di masyarakat. Pasien disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama masa pengobatan dan hingga benar-benar dinyatakan sembuh. Menghentikan pengobatan sebelum waktunya sangat tidak disarankan, karena dapat memicu kekambuhan atau resistansi antibiotik. Jika tidak ditangani secara tuntas, uretritis non gonore dapat berkembang menjadi komplikasi serius seperti radang panggul, nyeri kronis, hingga gangguan kesuburan.
Pencegahan Uretritis Non-Gonore dan Kesehatan Kelamin
1. Gunakan Kondom Saat Berhubungan Seksual
Penggunaan kondom secara konsisten adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah penularan infeksi menular seksual, termasuk uretritis non gonore. Kondom tidak hanya mencegah kontak langsung antar lendir, tetapi juga mengurangi risiko perpindahan bakteri dan virus.
2. Pemeriksaan Kelamin Secara Rutin Bagi yang Aktif Seksual
Orang yang aktif secara seksual, terutama dengan pasangan lebih dari satu, disarankan melakukan pemeriksaan IMS secara rutin minimal 1–2 kali setahun. Pemeriksaan ini membantu deteksi dini sebelum infeksi berkembang atau menyebar ke orang lain.
3. Menjaga Kebersihan Organ Intim
Kebersihan area kelamin sangat penting untuk mencegah pertumbuhan bakteri berlebih. Gunakan air bersih tanpa sabun berpewangi saat membersihkan area genital. Untuk wanita, bersihkan dari arah depan ke belakang untuk mencegah bakteri dari anus berpindah ke uretra.
4. Edukasi Seksual yang Benar
Penting untuk memiliki pemahaman yang benar tentang risiko hubungan seksual dan cara mencegahnya. Edukasi seksual tidak hanya menyangkut pencegahan kehamilan, tetapi juga perlindungan terhadap IMS seperti uretritis, sifilis, HIV, dan lainnya. Semakin banyak informasi yang diketahui, semakin tinggi pula kesadaran untuk menjaga kesehatan seksual.
Kesimpulan
Uretritis non gonore adalah infeksi saluran kemih yang sering kali luput dari perhatian karena gejalanya bisa sangat ringan atau bahkan tidak terasa sama sekali. Meski tidak disebabkan oleh bakteri gonore, infeksi ini tetap berpotensi menyebabkan komplikasi serius, terutama jika tidak terdeteksi dan ditangani sejak dini. Diagnosis yang akurat dan pengobatan yang sesuai sangat penting untuk memastikan infeksi benar-benar tuntas dan tidak menimbulkan dampak jangka panjang.
Menjaga kesehatan organ intim dan melakukan hubungan seksual yang aman adalah langkah awal yang bijak. Namun, bila kamu mulai merasakan keluhan seperti nyeri saat buang air kecil atau cairan tidak biasa dari uretra, jangan menunggu gejala memburuk. Kamu bisa berkonsultasi langsung dengan tenaga medis berpengalaman melalui layanan klinik seperti Urology Expert untuk mendapatkan informasi dan perawatan lebih lanjut secara aman dan nyaman.
Pertanyaan yang Sering Diajukan
Referensi
Workowski, K. A., & Bolan, G. A. (2021). Urethritis: Rapid evidence review. American Family Physician, 103(9), 553-560. https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2021/0501/p553.html


