Sering merasa perih saat kencing? Ini bisa menjadi gejala dari infeksi saluran kemih yang sering kali memerlukan pengobatan, bukan anyang-anyangan biasa. Nyeri saat buang air kecil adalah keluhan yang umum, tapi tidak boleh dianggap enteng. Banyak orang mengalaminya tanpa menyadari bahwa kondisi ini bisa mengarah pada masalah kesehatan yang dikenal sebagai disuria. Disuria adalah rasa tidak nyaman atau sakit saat kencing yang bisa disebabkan oleh berbagai gangguan, mulai dari infeksi saluran kemih hingga vaginitis atau iritasi pada saluran kemih itu sendiri. Mengenali gejala dan penyebabnya sejak awal sangat penting agar tidak berkembang menjadi gangguan yang lebih serius.
Apa itu Disuria?
Disuria adalah istilah medis untuk menggambarkan rasa nyeri, perih, atau terbakar saat buang air kecil. Kondisi ini bukanlah penyakit, melainkan gejala dari masalah lain seperti infeksi saluran kemih, infeksi kandung kemih, vaginitis, atau gangguan pada sistem kemih. Banyak orang menganggap disuria sebagai keluhan ringan, padahal bisa menjadi tanda awal dari kondisi serius yang memerlukan perhatian medis. Jika penyebabnya adalah infeksi bakteri, pengobatannya biasanya melibatkan pemberian antibiotik yang disesuaikan dengan jenis kuman penyebab.
Disuria sering disamakan dengan anyang-anyangan, padahal keduanya tidak selalu sama. Anyang-anyangan biasanya ditandai dengan rasa ingin buang air kecil terus-menerus meskipun urin yang keluar hanya sedikit, dan tidak selalu disertai rasa sakit. Gejala ini sering kali berhubungan dengan sistitis dan iritasi ringan pada saluran kemih. Sementara itu, disuria lebih merujuk pada sensasi nyeri atau rasa tidak nyaman saat kencing. Penyebab disuria bisa beragam, mulai dari infeksi, batu ginjal, hingga penggunaan produk pembersih yang mengiritasi area genital. Penanganan yang tepat sangat bergantung pada diagnosis penyebabnya, sehingga konsultasi dengan dokter menjadi langkah penting.
Gejala Disuria
Disuria umumnya ditandai dengan nyeri buang air kecil yang bisa terasa sebagai sensasi terbakar, perih, atau tidak nyaman setiap kali kencing. Rasa ini bisa ringan, tapi juga bisa cukup tajam hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Beberapa orang menggambarkannya seperti tertusuk atau panas saat urine keluar, dan bisa dirasakan di sekitar saluran kemih atau bagian bawah perut.
Gejala lain yang sering menyertai termasuk buang air kecil lebih sering dari biasanya, meskipun jumlah urin sedikit, serta rasa tidak tuntas setelah berkemih. Rasa tidak nyaman ini bisa berasal dari kandung kemih atau uretra, tergantung penyebabnya. Jika disuria disertai gejala tambahan seperti demam, urin keruh, atau berdarah, sebaiknya segera lakukan pemeriksaan untuk memastikan penyebab dan penanganannya.
Penyebab Disuria
Disuria bisa disebabkan oleh berbagai kondisi, baik yang bersifat infeksi maupun non-infeksi. Salah satu penyebab disuria yang paling umum adalah infeksi saluran kemih (ISK), yang sering kali disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang masuk ke saluran kemih dapat menyebabkan peradangan dan iritasi, sehingga menimbulkan rasa nyeri saat buang air kecil, dan bisa menyebabkan infeksi lebih lanjut jika tidak diobati. Selain itu, infeksi menular seksual juga bisa menimbulkan gejala serupa.
Selain infeksi, disuria juga bisa dipicu oleh iritasi akibat penggunaan bahan kimia tertentu, seperti sabun kewanitaan, cairan antiseptik, atau pelumas yang tidak cocok. Pada pria, penyebab disuria bisa berasal dari masalah prostat, seperti peradangan atau pembesaran prostat. Batu saluran kemih yang menghambat aliran urin juga dapat menyebabkan nyeri saat kencing.
Baca juga: Kencing Terasa Sakit pada Laki-Laki: Apa Penyebabnya?
Mengapa Disuria Lebih Rentan pada Wanita?
Wanita cenderung lebih sering mengalami disuria dibandingkan pria, salah satu alasannya adalah karena struktur anatomi saluran kencing wanita yang lebih pendek dan lebih dekat dengan anus, sehingga memudahkan bakteri masuk ke saluran kencing. Selain faktor anatomi, perubahan hormonal seperti saat menstruasi, kehamilan, atau menopause juga dapat memengaruhi keseimbangan flora normal di area genital dan meningkatkan risiko infeksi kandung kemih. Aktivitas seksual pun menjadi salah satu pemicu umum karena dapat menyebabkan iritasi atau memfasilitasi masuknya bakteri ke dalam uretra, yang dapat menyebabkan disuria. Oleh karena itu, penting bagi wanita untuk menjaga kebersihan area intim dan mewaspadai gejala-gejala awal disuria agar bisa segera ditangani dengan berkonsultasi dengan dokter.
Tips Mencegah Nyeri saat Kencing
Mencegah disuria dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan dan kebiasaan hidup sehat sehari-hari, termasuk minum cukup air. Pastikan untuk selalu menjaga kebersihan area intim, terutama setelah buang air kecil atau besar, guna mencegah masuknya bakteri ke saluran kemih. Mengonsumsi cukup cairan setiap hari, terutama air putih, juga sangat penting untuk membantu membilas bakteri dan menjaga aliran urin tetap lancar, serta menghindari makanan dan minuman yang dapat mengiritasi kandung kemih.
Hindari penggunaan produk yang bisa mengiritasi area genital, seperti sabun berpewangi, cairan pembersih yang keras, atau tisu basah yang mengandung alkohol. Bagi wanita yang aktif secara seksual, disarankan untuk buang air kecil setelah berhubungan untuk membantu membersihkan saluran kemih dari infeksi bakteri yang mungkin masuk. Langkah-langkah sederhana ini bisa sangat efektif dalam mencegah munculnya gejala disuria.
Kesimpulan
Disuria bukanlah keluhan sepele yang bisa diabaikan. Nyeri saat buang air kecil bisa menjadi tanda dari masalah medis yang lebih serius, seperti infeksi saluran kemih atau prostatitis. Dengan memahami penyebab disuria dan mengenali gejalanya sejak dini, kita bisa mengambil langkah cepat untuk mendapatkan penanganan yang tepat, termasuk pilihan pengobatan yang sesuai. Konsultasikan masalahmu dengan dokter urologi di Urology Expert untuk mendapatkan pemeriksaan menyeluruh dan solusi medis yang sesuai dengan kondisimu.
Pertanyaan yang Sering Diajukan
Referensi
Michels, T. C., & Sands, J. E. (2015). Dysuria: Evaluation and differential diagnosis in adults. American Family Physician, 92(9), 778–786.
Retrieved from https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26554471/







